Manusia memiliki identitas dalam hidupnya, baik identitas yang melekat sejak lahir atau identitas karena pilihan dalam hidup. Identitas tersebut misalnya laki-laki-perempuan, kaya-miskin, Kristen-non Kristen, janda-duda, menikah-single, suka A-suku B, dst. Perbedaan identitas seringkali menjadi penyebab perpecahan antara sesama manusia.
Memandang orang lain yang berbeda identitas sebagai musuh, lebih jelek atau lebih rendah dibandingkan dirinya sendiri atau kelompoknya.
Hari ini gereja merayakan Minggu Palma, yang dilanjutkan dengan penghayatan akan Minggu Sengsara Tuhan. Hal yang dihayati dalam Minggu Palma berbeda dengan apa yang dihayati dalam Minggu Sengsara. Minggu Palma merupakan peristiwa sukacita memperingati masuknya Tuhan Yesus ke Yerusalem yang dielu-elukan dengan menghamparkan pakaian dan ranting-ranting di jalan. Minggu sengsara merayakan hal sebaliknya, karena penghayatan fokus kepada penderitaan yang harus Yesus tanggung. Menariknya, keduanya merupakan satu kisah tentang kehadiran Tuhan Yesus yang menjadi pendamai.
Firman Tuhan menyatakan bahwa Tuhan Yesus adalah Sang Mesias. Dia lah Sang Pembebas. Tuhan Yesus datang bukan sebagai seorang penguasa yang bertangan besi, yang kejam, yang suka berperang untuk menaklukkan musuh atau memperluas daerah kekuasaan. Ia bukan Raja atau Pemimpin dalam arti politis. Ia datang sebagai raja yang lemah lembut dan penuh damai. Penggunaan keledai muda saat Tuhan memasuki Yerusalem selaras dengan penggambaran raja damai dalam Bil. 19:2 dan Ul. 21:3. Tuhan tidak naik kereta kuda dan kereta perang, melainkan keledai beban yang lambat, sebagai simbol bahwa Tuhan datang bukan untuk membawa permusuhan. Tuhan datang dengan jiwa damai dan semangat pendamaian di dalam kota yang terkenal sebagai kota nabi-nabi Tuhan telah dibunuh. Tuhan Yesus datang dengan membawa semangat Kerajaan Allah, bukan duniawi. Seruan: “Diberkatilah Ia yang datang sebagai Raja dalam nama Tuhan, Damai sejahtera di sorga dan kemuliaan di tempat yang Maha Tinggi” menyatakan siapa sosok yang sedang datang. Tuhan Yesus yang datang sebagai Nabi Agung yang datang dari Allah dan Imam Agung yang membawa suara dunia yang berdosa. Tuhan masuk ke Kota Yerusalem untuk menyatakan damai, sekalipun ada dua kubu yang siap menyambut-Nya. Kubu yang penuh sukacita dari murid-murid dan pengikutNya dan kubu orang-orang yang akan segera berteriak “Salibkan Dia”. Di tengah penolakan dan kebencian, Tuhan Yesus tetap menyerukan tentang pendamaian. Tuhan tetap setia menjadi Hamba Yang menderita, menggenapi nubuatan Nabi Yesaya. Dengan menyatu dengan penderitaan manusia karena dosa, Tuhan bersedia menjembatani hubungan Allah dan manusia yang terputus karena dosa. Ketika berhadapan dengan Pilatus, Tuhan bukan melawan dengan konfrontasi atau merendahkan Pilatus. Tuhan tetap konsinten sebagai Juru Damai, pendamaian Allah bagi manusia sekaligus Guru Damai, yang memberikan teladan perdamaian bagi manusia.